DEKSTRIN DAN SELULOSA

| |



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Dekstrin
Dekstrin adalah karbohidrat yang dibentuk selama hidrolisis pati menjadi gula oleh panas, asam dan atau enzim. Dekstrin dan pati memiliki rumus umum yang sama , yang mana unit glukosa bersatu dengan yang lainnya membentuk rantai (polisakarida) tetapi dekstrin memiliki ukuran lebih kecil dan kurang kompleks dibandingkan pati. Dekstrin larut dalam air tetapi dapat diendapkan dengan alkohol. Dektrin memiliki sifat seperti pati. Beberapa dekstrin bereaksi dengan iodin memberikan warna biru dan larut dalam alkohol 25% (disebut amilodekstrin) sedang yang lainnya berwarna coklat-kemerahan dan larut dalam alkohol 55% (disebut eritrodekstrin) dan yang lainnya tidak membentuk warna dengan iodin serta larut dalam alkohol 70 (disebut akhrodekstrin), yang juga diidentifikasi sebagai desktrosa ekuivalen (DE). DE yang tinggi menunjukkan adanya depolimerisasi pati yang besar. Maltodekstrin adalah produk dengan DE rendah. [1]

Dekstrin biasanya dibentuk melalui dua tahap proses:
1.      Tahap Hidrolisis.
Pada tahap pertama asam dan air ditambahkan dalam granula pati kering yang akan memecah polimer pati dalam reaksi hidrolisis dan molekul air ditambahkan ke dalam polimer pati. Sebagai hasil hidrolisis maka viskositas pati akan berkurang.Derajat hidrolisis tergantung pada jumlah asam yang ditambahkan dan lamanya waktu pencampuran dengan pati.
 
Gambar 1. Tahap hidrolisis
2.      Tahap Kondensasi.
Dalam tahap kedua pati yang dihidrolisis dikeringkan dengan panas dan vakum sampai kelembabannya di bawah 3%. Pada saat pengeringan mencapai level ini maka hidrolisis dihentikan dan air dibebaskan dari polimer pati. Viskositas pati akan meningkat selama proses kondensasi ini. Kemudian terjadi transglukosidasi atau dekstrinisasi yang merupakan pembentukan kembali glukosa dalam ikatan glukosa dengan dan antar polimer. Ikatan alfa 1-4 dan alfa 1-6 dapat bertukar. Selama trnasglukosidasi viskositas desktrin secara substansi tidak berubah.

 
Gambar 2. Tahap kondensasi
 
Gambar 3. Transglukosidasi
Dekstrin kemudian didinginkan dan pH dekstrin dapat dinetralkan dengan menambahkan amonia. Netralisasi akan menjadikan dekstrin lebih stabil dalam penyimpanan. Dekstrin larut dalam air dingin dalam berbagai derajat tergantung pada kekuatan hidrolisisnya. Desktrin ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan.Dekstrin dapat dibuat dari berbagai sumber pati seperti tapioka dan kentang ataupun jagung. Sifat viskositas yang rendah dari dekstrin menjadikan dekstrin sering dipakai dalam pembuatan jelli sebagai sumber padatan yang menstabilkan tekstur permen.[2]
Pembuatan Dekstrin
Pada prinsipnya membuat dekstrin adalah memotong rantai panjang pati dengan katalis asam atau enzim menjadi molekul-molekul yang berantai lebih pendek dengan jumlah untuk glukosa dibawah sepuluh. Dalam proses ini molekul-molekul pati mula-mula pecah menjadi unit-unit rantai glukosa yang lebih pendek yang disebut dekstrin. Dekstrin ini dipecah menjadi glukosa, tetapi banyak sisa cabang pada amilopektin tertinggal dan disebut dekstrin.
 Pembuatan desktrin dapat dilakukan dengan tiga macam proses yaitu proses konversi basah dengan katalis asam, proses konversi basah dengan enzim serta proses konversi kering.
1.      Pembuatan Secara Enzimatis
Proses konversi basah dengan enzim dilakukan menggunakan enzim α-amilase pada larutan pati untuk menghidrolisa pati menjadi molekul-molekul pati dengan berat molekul yang lebih rendah. Di industri, pembuatan dextrin dengan cara konversi basah dengan menggunakan enzim dilakukan dengan meningkatkan suhu secara perlahan-lahan serta dengan menambahkan enzim secara periodic dalam jumlah sedikit.
Tahapannya sebagai berikut, Mula-mula pati sagu disuspensikan dengan air sesuai dengan konsentrasi yang diterapkan (25,30 dan 35 persen substrat kering)lalu tidak diaduk sampai merata. Keasaman larutan diatus pada kisaran pH 6,5 – 7,0 dengan bantuan pH meter dan penambahan larutan natrium hidroksida atau asam klorida. Kemudian ditambahkan enzim α-amilase sesuai dengan dosis ynag diterapkan (0,7; 0,9 dan 1,1 g/kg substrat kering). Suspensi dipanaskan dan dijaga suhunya antara 75 sampai 80°C sambil terus diaduk. Pengadukan dilakukan pada suatu kecepatan yang tetap yaitu sekitar 300 rpm. Proses dihentikan setelah waktu dekstrinisasi standar dicapai dan diperoleh dekstrin cair.
Kerja enzim dalam dekstrin cair diinaktivasi dengan pemanasan dalam oven pada suhu 147°C selama 10 menit. Desktrin cair dituang setebal satu sampai 2 mm ke dalam loyang alumunium yang sudah dilapisis dengan alumunium foil, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 43°C selama tiga sampai empat hari. Setelah kering dekstrin diambil dan utnuk mendapatkan desktrin dengan ukuran partikel yang seragam, dekstrin keting tadi dihancurkan dengan blender lalu diayak dengan ayakan mesh 80.


2.      Pembuatan Secara Asam

Pada proses konversi basah dengan katalis asam, terjadi hidrolisa pati menghasilkan sejumlah besar oligosakarida dan polisakarida dengan berat molekul rendah. Proses ini dilakukan dengan cara memanaskan bubur pati dalam larutan asam secara perlahan-lahan sampai derajat konversi yang diinginkan tercapai. Kemudian produk yang dihasilkan dinetralisasi dan segera dikeringkan pada rol panas atau spray drier.
Tahapannya sebagai berikut, suspensi pati 30% ditambah HCl 0,5%. Suspensi kemudian diliquifikasi pada suhu 950C dan diaduk. Setelah proses liquifikasi selesai selanjutnya dilakukan penetralan. Dekstrin yang diperoleh dituang dalam loyang dan dikeringkan, diblender dan diayak.
3.      Pembuatan Secara Kering

Pada proses konversi kering, molekul pati diperkecil ukurannya sampai pada suatu tingkat dimana molekul tersebut dapat larut dalam air dingin. Pembuatan dextrin dengan cara konversi kering dapat dilakukan dengan memanaskan pati secara kering (menyangrai) pada suhu 79 – 190oC selama 3 – 24 jam. Selama pemanasan biasanya ditambahkan pula sejumlah kecil katalis asam seperti HCl.
Tahapannya sebagai berikut,
a.   Pencucian dan Pencampuran
Persiapan bahan selama dextrinisasi meliputi pencucian tepung sagu dan pemberian katalis. Proses pencucian tepung sagu dilakukan dengan cara menempatkan tepung sagu dalam sebuah baskom yang besar. Kemudian ke dalam baskom tersebut ditambahkan air bersih, sampai diperoleh perbandingan tebal lapisan tepung sagu dengan air kira-kira satu banding dua, setelah itu dilakukan pengadukan. Pengadukan ditujukan untuk menyebarkan tepung sagu yang mengendap pada dasar baskom sehingga kotoran yang terperangkap di antara granula pati dapat terlepas dan naik ke permukaan. Setelah granula pati tersebar merata, pengadukan dihentikan dan tepung sagu dibiarkan mengendap kembali. Air pencucian kemudian dibuang dan proses pencucian diulang kembali dengan cara yang sama sampai air pencucian menjadi bersih.
Selanjutnya, endapan tepung sagu dari hasil pencucian dijemur sambil sekali-sekali dibalik-balik dan dihancurkan agar cepat kering. Setelah kering, tepung sagu diayak dengan menggunakan ayakan 200 mesh.
Pencampuran larutan HCl dengan tepung sagu dilakukan dengan cara menambahkan larutan HCl sedikit demi sedikit ke dalam tepung sagu sampai tepung sagu tersebut terlihat basah, tetapi pada permukaannya tidak terdapat genangan air. Dari percobaan Puspawardhani (1989), diketahui bahwa campuran air dan pati yang baik atau merata secara visual dapat diperoleh pada kadar air campuran 48.67% (basis basah), maka dalam penelitian ini dilakukan pencampuran antara 4 kg tepung sagu dengan larutan yang mengandung 10.41 ml HCl. Selanjutnya tepung sagu cuci yang telah bercampur dengan HCl ini dijemur kembali hingga kering kemudian diayak dengan ayakan 200 mesh. Tepung sagu yang dihasilkan digunakan untuk pembuatan dextrin.
b. Pengeringan
Campuran basah dikeringkan dengan penjemuran. Hasil pengeringan barupa gumpalan kemudian dihancurkan dengan memecah gumpalan dengan menggunakan sendok dan setelah itu diayak dengan menggunakan ayakan 200 mesh.
c. Pemanasan atau Pirokonversi
Pada tahap ini, campuran pati halus dipanaskan dengan alat dextrinisasi. Pemanasan dilakukan dengan memasukkan 250 gram pati halus untuk setiap kali percobaan kedalam alat. Setelah tombol pengatur suhu, pengatur kecepatan putaran mangkuk dan pengadukan diatur, alat kemudian dijalankan. Selama proses berjalan kecepatan putaran mangkuk dan pengadukan perlu diatur (tidak terlalu cepat), agar pati halus yang dipanaskan tidak tumpah. Selain itu pengaturan suhu oleh alat juga perlu dijaga agar tidak terjadi fluktuasi suhu yang terlalu besar.
d.  Pendinginan
Dextrin yang dihasilkan dari pemanasan pati pada alat dextrinisasi setelah dimasukkan dalam plastik segera didinginkan dengan cara meletakkannya di atas permukaan lantai atau meja.

Pemanfaatan dextrin
Dextrin dapat digunakan sebagai pembentuk lapisan pada kopi, biji padi-padian seperti beras dan pada porselen. Sebagai bahan pengaduk warna pada pencetakan tekstel, sebagai perekat pada amplop, sebagai bahan pengisi pada tablet dan pil, sebagai pengganti gum alami pada pabrik farmasi, sebagai bahan pengemulsi dan kadang-kadang digunakan sebagai pereaksi kimia. Selain itu, dextrin juga dapat digunakan sebagai komponen penyusun makanan bayi.
Dalam industri pangan dekstrin digunakan untuk meningkatkan tekstur bahan pangan. Dekstrin memiliki kemampuan untuk membentuk lapisan, contohnya pelapisan kacang dan cokelat untuk mencegah migrasi minyak. Selain itu dekstrin juga berfungsi untuk meningkatkan kerenyahan pada kentang goring dengan cara merendam kentang tersebbut dalam larutan dekstrin. Dimana dekstrin akan melapisi permukaan dan mengurangi penetrassi minyak selama penggorengan.
Dalam industri kertas dekstrin berfungsi sebagai pelapis dan pembentuk permukaan kertas yang halus. Desktrin mempunyai daya rekat baik, oleh karena itu pada industri bahan perekat dekstrin digunakan sebagai perekat pada apmlop, perangko dan label. Dalam industri tekstil dekstrin digunakan sebagai pengganti pati. Penghilangan dekstrin dalam kain putih lebih mudah dilakukan jika dibandingkan dengan menggunakan pati. Dekstrin dapat dihilangkan hanya dengan air dingin, sedangkan penghilangan pati harus menggunakan sedikit air panas dan sedikit asam klorida. Dalam industri farmasi desktrin digunakan sebagai bahan pembawa (carrier) obat dalam pembuatan table yang mudah larut dalam air (ludah) bila table tersebut dimakan. [3]
B.     Selulosa
Banyak polisakarida yang berfungsi sebagai unsur structural ekstra-selular pada dinding sel mikroorganisme bersel tunggal dan tumbuhan tingkat tinggi, dan pada permukaan sebelah luar sel hewan. Polisakarida lain merupakan komponen jaringan pengikat vertebrata dan ekso-skeleton artropoda. Polisakarida structural memberikan perlindungan, bentuk, dan daya penyangga terhadap sel, jaringan, atau organ.
Terdapat banyak polisakarida structural yang berbeda, salah satunya adalah selulosa. Selulosa merupakan senyawa seperti , liat, tidak larut di dalam air, dan ditemukan di dalam dinding sel pelindung tumbuhan, terutama pada tangkai, batang, dahan dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Kayu terutama terbuat dari selulosa dan senyawa polimer lain , katun merupakan selulosa hampir semua murni. Selulosa tidak hanya merupakan polisakarida structural ekstra seluler yang paling banyak dijumpai pada dunia tumbuhan, tetapi juga merupakan senyawa yang paling banyak diantara semua biomolekul pada tumbuhan atau hewan. Protein tentunya merupakan makromolekul yang paling  banyak di dalam sel.[4]
Selulosa terdapat dalam tumbuhan sebagai bahan pembentuk dinding sel. Serat kapas boleh dikatakan seluruhnya adalah selulosa. Dalam tubuh kita selulosa tidak dapat dicernakan karena kita tidak mempunyai enzim yang dapat menguraikan selulosa. Dengan asam encer tidak dapat terhidrolisis, tetapi oleh asam dengan konsentrasi tinggi dapat terhidrolisis menjadi selobiosa dan D-glukosa. Selobiosa adalah suatu disakarida yang terdiri atas dua molekul glukosa yang berikatan glikosidik antara atom karbon 1 dengan atom karbon 4.
Meskipun selulosa tidak dapat digunakan sebagai bahan makanan  oleh tubuh, namun selulosa yang terdapat sebagai serat-serat tumbuhan, sayuran, atau buah-buahan, berguna untuk memperlancar pencernaan makanan. Adanya serat-serat dalam saluran pencernaan, gerak peristaltic ditingkatkan dan dengan demikian memperlancar proses pencernaan yang dapat mencegah konstipasi. Tentu saja jumlah serat yang terdapat dalam bahan bahan makanan tidak boleh terlalu banyak.[5]
Selulosa adalah polimer glukosa yang berbentuk rantai linier dan dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Struktur yang linier menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut. Selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia maupun mekanis. Di alam, biasanya selulosa berasosiasi dengan polisakarida lain seperti hemiselulosa atau lignin membentuk kerangka utama dinding sel tumbuhan.
Selulosa tidak pernah ditemukan dalam keadaan murni di alam, tetapi selalu berasosiasi dengan polisakarida lain seperti lignin,pectin,hemiselulosa dan xilan (Goyskor dan Eriksen 1980 dalam Fitriani 2003). Kebanyakan selulosa berasosiasi dengan lignin sehingga sering disebut sebagai lignoselulosa. Selulosa, hemiselulosa dan lignin dihasilkan dari proses fotosintesis. Di dalam tumbuhan molekul selulosa tersusun dalam bentuk fobril yang terdiri atas beberapa molekul paralel yang dihubungkan oleh ikatan glikosidik sehingga sulit diuraikan. Komponen-komponen tersebut dapat diuraikan oleh aktifitas mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme mampu menghidrolisis selulosa untuk digunakan sebagai sumber energi, seperti bakteri dan fungi.
 
Gambar 1. Struktur Kimia Selulosa
(Sumber : Lehninger 1993).
Rantai selulosa terdiri dari satuan glukosa anhidrida yang saling berikatan melalui ataom karbon pertama dan ke empat. Ikatan yang terjadi adalah ikatan ß1,4-glikosidik.
Secara ilmiah molekul-molekul selulosa tersusun dalam bentuk fibril-fibril yang terdiri dari beberapa molekul selulosa yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik. Fibril-fibril ini membentuk struktur kristal yang dibungkus oleh lignin. Komposisi kimia dan struktur yang demikian membuat kebanyakan bahan yang mengandung selulosa bersifat kuat dan keras. Sifat kuat dan keras yang dimiliki oleh sebagian besar bahan berselulosa membuat bahan tersebut tahan terhadap peruraian secara enzimatik. Secara alamiah peruraian selulosa berlangsung secara lambat .
            Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
1.      Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalaam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi 600-1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga atau penentu tingkat kemurnia selulosa. Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murni). Selulosa α > 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan atau bahan peledak,sedangkan selulosa kualitas dibawahnya digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas dan industri sandang atau kain. Semakin tinggi kadar alfa selulosa, maka semakin baik mutu bahanya.

Gambar 2. Rumus Struktur a – selulosa
(Sumber : Nuringtyas 2010).
2.      Selulosa ß (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15-90 dapat menghadap bila dinetralkan.
 
Gambar 3. Rumus Struktur ß – selulosa
(Sumber : Nuringtyas 2010).
3.      Selulosa γ (gamma sellulose) adalah sama dengan selulosa ß, tetapi derajat polimerisasinya kurang dari 15.
Bervariasi struktur kimia selulosa (a, ß, γ) mempunyai pengaruh besar pada reaktivitasnya. Gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam daerah-daerah amorf sangat mudah dicapai dan mudah bereaksi, sedangkan gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam daerah-daerah kristalin dengan berkas yang rapat dan ikatan antar rantai yang kuat mungkin tidak dapat dicapai sama sekali. pembengkakan awal selulosa diperlukan baik dalam eterifikasi (alkali) maupun dalam esterfikasi (asam) .
            Selulosa memiliki struktur yang unik karena kecenderunganya membentuk ikatan hidrogen yang kuat. Ikatan hidrogen intramolekular terbentuk anatara: 1. Gugus hidroksil C3 pada unit glukosa dan atom O cincin piranosa yang terdapat pada unit glukosa terdekat, 2. Gugus hidroksil pada C2 dan atom O pada C6 unit glukosa tetangganya. Ikatan hidrogen antarmolekul terbentuk antara gugus hidroksil C6 dan atom O pada C3 disepanjang sumbu b (gambar 4).
Dengan adanya ikatan hidrogen serta gaya van der waals yang terbentuk, maka struktur selulosa dapat tersusun secara teratur dan membentuk daerah kristalin. Disamping itu, juga terbentuk rangkaian struktur yang tidak tersusun secara teratur yang akan membentuk daerah non kristalin dan amorf. Semakin tinggi packing density-nya maka selulosa akan berbentuk kristal, sedangkan semakin rendah packing density-nya maka selulosa akan berbentuk amorf. Derajat kristalinitas selulosa dipengaruhi oleh sumber dan perlakuan yang diberikan. Rantai-rantai selulosa akan bergabung menjadi satu kesatuan membentuk mikrifibril, bagian kristalin akan bergabung dengan bagian nonkristalin. Mikrofibril-mikrofibril akan bergabung membentuk fibril, selanjutnyagabungan fibril akan membentuk serat .
Gambar 4. Ikatan Hidrogen Intra dan Antar Rantai Selulosa
(Sumber : Klemm 1998).
 
Gambar 5. Model Fibril Struktur Supramolekul Selulosa  (Sumber : Klemm 1998).

Selulosa dapat dikonversi menjadi produk-produk bernilai ekonomis yang lebih tinggi seperti glukosa dan etanol dengan jalan menghdrolisis selulosa dengan bantuan selulase sebagai biokatalisator atau dengan hidrolisis secara asam/basa (Ariestaningtyas 1991). Selulosa terdapat pada semua tanaman dari pohon tingkat tinggi hingga organisme primitif seperti rumput laut, flagelata, dan bakteria (Fengel and Wegener 1995) . Luthfy (1988) menyebutkan bahwa rumput laut jenis Eucheuma sp  ternyata mengandung kadar abu 19,92%, protein 2,80 %, lemak 1,78%, serat kasar 7,02% dan mengandung karbohidrat yang tinggi menjadikan makroalga jenis Eucheuma sp berpotensi sebagai bahan dasar pembuatan bioetanol.
            Makroalga jenis Sargassum sp mulai dikembangkan sebagai bahan pembuatan etanol. Salah satu negara yang mengembangankanya adalah Jepang. Untuk mengembangkan pembuatan bioetanol berbahan dasar Sargassum sp  Jepang membuat proyek bernama Ocean Sunrise Project berttujuan untuk memproduksi bioetanol dari rumput laut Sargassum horneri.[6]


BAB III
PENUTUP





Kesimpulan
Dekstrin adalah karbohidrat yang dibentuk selama  hidrolisis pati menjadi gula oleh panas, asam dan atau enzim.Dekstrin larut dalam air tetapi dapat diendapkan dengan alkohol. Dekstrin dibentuk melalui dua tahap proses, yaitu tahap hidrolisis dan tahap kondensasi.
Pada prinsipnya membuat dekstrin adalah memotong rantai panjang pati dengan katalis asam atau enzim menjadi molekul-molekul yang berantai lebih pendek dengan jumlah untuk glukosa dibawah sepuluh. Pembuatan desktrin dapat dilakukan dengan tiga macam proses yaitu proses konversi  basah dengan katalis asam, proses konversi basah dengan enzim serta proses konversi kering.
Dextrin dapat digunakan sebagai pembentuk lapisan pada kopi, biji padi-padian seperti beras dan pada porselen,bahan pengaduk warna pada pencetakan tekstel, sebagai perekat pada amplop, juga digunakan sebagai  komponen penyusun makanan bayi.
Selulosa merupakan senyawa seperti liat, tidak larut di dalam air, dan ditemukan di dalam dinding sel pelindung tumbuhan, terutama pada   tangkai, batang, dahan dan  semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa terdapat dalam tumbuhan sebagai bahan pembentuk dinding sel. Selulos aadalah polimer glukosa yang berbentuk rantai linier dan dihubungkan olehikatan β-1,4 glikosidik. Selulosa tidak pernah ditemukan dalam keadaan murni di alam, tetapi selalu berasosiasi dengan polisakarida lain seperti lignin,pectin,hemi selulosa dan xilan.
Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu: Selulosa α /Alpha Cellulose (selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5%), Selulosa ß /Betha Cellulose (selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5%) dan Selulosa γ /gamma sellulose (sama dengan selulosa ß, tetapi derajat polimerisasinya kurang dari 15).
Selulosa memiliki struktur yang unik karena  kecenderunganya membentuk ikatan hidrogen yang kuat. Ikatan hydrogen intramolekular terbentu kanatara: 1. Gugus hidroksil C3 pada unit glukosadan atom O cincin piranosa yang terdapat pada unit glukosa terdekat, 2. Gugushidroksil pada C2 dan atom O pada C6 unit glukosa tetangganya. Ikatan hydrogen antarmolekul terbentuk antara gugus hidroksil C6 dan atom O pada C3 disepanjang sumbu.

 DAFTAR PUSTAKA



[1] Nur Hidayat. 2008. Dekstrin- Catatan Ringan Nur Hidayat. (online). (https://ptp2007.wordpress.com/2008/01/22/dekstrin/) diakses 05 Oktober 2016.


[2] Nur Hidayat. 2008. Dekstrin- Catatan Ringan Nur Hidayat. (online). (https://ptp2007.wordpress.com/2008/01/22/dekstrin/) diakses 05 Oktober 2016.
[3] Dekstrin, Teknologi dan Penggunaannya.Online (http//: Tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/dextrin.pdf) diakses 05 Oktober 2016.

[4] Maggy Thenawidjaja. Dasar-dasar Biokimia. (Jakarta: Erlangga,), hlm.326.

[5] Anna Poedji. Dasar-dasar Biokimia. (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2012). Hlm.38-39
[6]  Holtzapple et.al 2003. Selulosa Catatan Ringan Holtzapple (online) (http://media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090080_2_5870.pdf) diakses 05 Oktober 2016

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Blogger templates

Blogroll

About

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

BTemplates.com

Blogroll

About

 

Designed by: Compartidísimo
Images by: DeliciousScraps©